MAKALAH
PENGANTAR PSIKOLOGI
“PERSEPSI
PSIKOLOGI”
SEMESTER
1
Kelompok 9 :
1. FIDAFATUL
HIDAYATI 156050128
2. MEENA
DAHOOD 1
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
UNIVERSITAS
WAHID HASYIM SEMARANG
2015
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur yang tak terhingga kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas berkah,
rahmat, karunia dan hidayah-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun
tujuan disusunnya makalah ini ialah sebagai salah satu materi tugas kegiatan
yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa/mahasiswi dalam melaksanakan studi di
tingkat perkuliahan semester I. Adapun judul yang kami buat didalam
makalah ini adalah mengenai “ Islam
Sebagai Produk Budaya “.
Dalam
proses penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan, dukungan, serta
do’a dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkanlah didalam kesempatan ini
kami menghaturkan terima kasih dengan penuh rasa hormat serta dengan segala
ketulusan hati kepada : Bpk Ali Romdhoni, M.Ag. serta rekan-rekan mahasiswa
Universitas Wahid Hasyim Semarang, hingga selesainya makalah ini.
Kami sangat
menyaadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan didalam
penyusunannya dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan masukan
baik saran maupun kritik yang kiranya dapat membangun dari para pembaca. Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi kita semua.
Semarang,
20 Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.........................................................................................
i
DAFTAR
ISI......................................................................................................ii
BAB
I PENDAHULUAN.. ..................................................................................1
A.
LATAR BELAKANG MASALAH..
............................................................1
B.
RUMUSAN
MASALAH.........................................................................1
C.
TUJUAN MASALAH..
...........................................................................2
BAB
II PEMBAHASAN ISLAM SEBAGAI PRODUK
BUDAYA............................3
2.1….. KEBUDAYAAN (PENGERTIAN, UNSUR DAN
FUNGSI). .....................3
A.
PENGERTIAN..
...........................................................................3
B.
UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN.. ................................................5
C.
FUNGSI.....................................................................................6
2.2…..
KELAHIRAN ISLAM DAN SENTUHAN BUDAYA ARAB-PRA ISLAM… 6
2.3…..
ISLAM ANTARA GEJALA SOSIAL DAN BUDAYA.. ..........................8
A.
AGAMA SEBAGAI GEJALA BUDAYA.. ......................................8
B.
AGAMA SEBAGAI GEJALA SOSIAL.. .........................................10
2.4…..
PENDEKATAN POKOK DALAM STUDI BUDAYA..
.......................12
BAB
III PENUTUP.
.......................................................................................14
A.
KESIMPULAN...................................................................................14
B.
SARAN..
...........................................................................................14
DAFTAR
PUSTAKA.. .....................................................................................15
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Agama
merupakan kenyataan yang dapat dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai aspek
perwujudan agama bermacam-macam, tergantung pada aspek yang dijadikan sasaran
studi dan tujuan yang hendak dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Tujuan
mempelajari agama Islam juga dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yang
pertama, untuk mengetahui, memahami, menghayati dan mengamalkan. Kedua, untuk
obyek penelitian. Artinya, kalau yang pertama berlaku khusus bagi umat Islam
saja, baik yang masih awam, atau yang sudah sarjana. Akan tetapi yang kedua
berlaku umum bagi siapa saja, termasuk sarjana-sarjana bukan Islam, yaitu
memahami. Akan tetapi realitasnya ada yang sekedar sebagai obyek penelitian
saja.
Untuk
itu, kami menyajikan mengenai Islam sebagai Produk Budaya, agar kita semua tahu
mengenai permasalahan tersebut.
B.
RUMUSAN MASALAH
- Apa sebenarnya pengertian,unsur d
- an fungsiislam sebagai Produk
Budaya ?
- Bagaimana kelahiran Islam dan
sentuhan Budaya Arab Pra-Islam ?
- Bagaimana Islam antara gejala Sosial
dan Budaya itu ?
- Bagaimana pendekatan pokok dalam
studi budaya Islam ?
C.
TUJUAN MASALAH
Adapun
tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengerti dan mengetahui mengenai :
- Kebudayaan: PengertianUnsur dan
fungsi kebudayaan Islam
- Kelahiran Islam Dan Sentuhan Budaya
Arab Pra-Islam
- Islam Antara Gejala Sosial Dan
Budaya dalam Islam
4.
Pendekatan pokok
dalam Studi Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
ISLAM SEBAGAI PRODUK BUDAYA
PEMBAHASAN
ISLAM SEBAGAI PRODUK BUDAYA
2.1.
KEBUDAYAAN ( PENGERTIAN,UNSUR DAN FUNGSI)
A.
PENGERTIAN
Dalam
literature antropologi terdapat tiga istilah yang boleh jadi semakna dengan
kebudayaan, yaitu culture, civilization, dan kebudayaan. Term kultur berasal
dari bahasa latin, yaitu dari kata cultura (kata kerjanya colo, colere). Arti
kultur adalah memelihara, mengerjakan , atau mengolah (S. Takdir A,1986: 205).
Soerjono Soekanto (1993: 188) mengungkapkan
hal yang sama. Namun ia menjelaskan lebih jauh bahwa yang dimaksud dengan
mengolah atau mengerjakan sebagai arti kultur adalah pengolahan tanah atau
bertani. Atas dasar arti yang dikandungnya, kebudayaan kemudian dimaknai
sebagai segala daya dan kegiatan manusia
untuk mengolah dan
mengubah alam.
Istilah
kedua yang semakna atau hampir
sama dengan kebudayaan adalah sivilisasi. Sivilisasi (civilization) berasal
dari kata latin,yaitu civis. Arti kata civis adalah warga negara (civitas =
negara kota dan civilitas = kewarganegaraan).
Oleh karena itu, S . Takdir Alisyahbana (1986,206) menjelaskan bahwa sivilisasi
berhubungan dengan kehidupan kota yang lebih progresif dan lebih halus. Dalam
bahasa indonesia, peradaban dianggap sepadan dengan kata civilization.
Berikut
adalah beberapa pengertian kebudayaan menurut S. Takdir Alisyahbana
(1986:207-8):
- Kebudayaan adalah suatu keseluruhan
yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda- beda seperti
pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan segala
kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat
- Kebudayaan adalah warisan sosial
atau tradisi
- Kebudayaan adalah cara, aturan dan
jalan hidup manusia.
- Kebudayaan adalah penyesuaian
manusia terhadap alam sekitarnya dan cara-cara menyelesaikan persoalan.
- Kebudayaan adalah hasil perbuatan
atau kecerdasan manusia.
- Kebudayaan adalah hasil pergaulan
atau perkumpulan manusia.
Parsudi Suparlan(A.W widjaya,1986:65-6)menjelaskan
bahwa kebudayaan adalah serangkaian
aturan-aturan,petunjuk-petunjuk,resep-resep,rencana-rencana, dan strategi yang
terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dimiliki manusia, dan yang
digunakan secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagian terwujud
dalam tingkah laku dan tindakan-tindakannya. Sehingga kebudayaan adalah semua
hasil karya,rasa,dan ciptaan masyarakat.
Budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk
sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya
diwariskan.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Soerjono Soekanto (1993:190) menjelaskan
bahwa pendapat diatas mengenai kebudayaan dapat dijadikan sebagai pegangan.
Selanjutnya, ia menganalisis bahwa manusia sebenarnya mempunyai 2 segi atau
segi kehidupan,yakni Sisi Material dan Sisi Spiritual. Sisi materil mengandung
karya, yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan benda-benda atau yang lainnya
yang berwujud materi.Sisi spiritual manusia mengandung cipta yang menghasilkan
ilmupengetahuan,karsa yang menghasilkan kaidah
kepercayaan,kesusilaan,kesopanan,hukum serta rasa yang menghasilkan keindahan.
Manusia berusaha mendapatkan ilmu
pengetahuan melalui logika, menyelarasikan perilaku terhadap kaidah melalui
etika,dan mendapatkan keindahan melalui estetika. Itu semua merupakan
kebudayaan yang menurut Soerjono soekanto dapat dijadikan sebagai patokan analisis.
Kebudayaan yang dijelaskan diatas yang
dimiliki oleh setiap masyarakat
perbedaanya terletak pada kemajuan dan kesempurnaan: kebudayaan
masyarakat yang satu lebih maju atau lebih sempurna daripada kebudayaan untuk
memenuhi segala keperluan masyarakat. Biasanya,kebudayaan masyarakat yang telah
mencapai taraf perkembangan, taraf tekhnologi yang lebih tinggi disebut
peradaban (civilization) (Soerjono Soekanto,1993:190).
B. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Menurut Drs. Atang Abd. Hakim, MA. dan
DR. Jaih Mubarok (2012: 31): Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri
atas unsur-unsur besar dan unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari satu
keutuhan yang tidak dapat dipisahkan, unsur-unsur kebudayaan dalam pandangan
Malinowski adalah sebagai berikut :
- Sistem norma yang memungkinkan
terjadinya kerjasama antara para anggota masyarakat dalam upaya menguasai
alam sekelilingnya.
- Organisasi ekonomi.
- Alat-alat dan lembaga atau petugas
pendidikan (keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama).
- Organisasi kekuatan (Soerjono
Soekanto, 1993: 192)
Koentjaraningrat (1985) menyebutkan ada
tujuh unsur-unsur kebudayaan. Ia menyebutnya sebagai isi pokok kebudayaan.
Ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut adalah :
a)
Kesenian f)
Sistem pengetahuan
b)
Sistem teknologi dan peralatan g)
Sistem religi
c)
Sistem organisasi masyarakat
d)
Bahasa
e)
Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi
C.
FUNGSI
Didalam kebudayaan terdapat pola – pola
perilaku yang merupakan cara – cara manusia untuk bertindak sama dan harus
diikuti oleh semua anggota masyarakat, artinya kebudayaan merupakan suatu garis
pokok tentang perilaku yang menetapkan peraturan – peraturan mengenai bagaimana
masyarakat harus bertindak, bagaimana masyarakat melakukkan hubungan dengan
orang lain atau bersosialisasi, apa yang harus dilakukan, apa yang dilarang dan
sebagainya.
Hasil karya manusia akan melahirkan
suatu kebudayaan atau teknologi yang nantinya akan berguna untuk melindungi
ataupun membantu masyarakat untuk mengolah alam yang bisa bermanfaat bagi
masyarakat itu sendiri
2.2.KELAHIRAN DAN SENTUHAN BUDAYA ARAB PRA-ISLAM
Bangsa
Arab pra-islam dikenal sebagai bangsa yang sudh memiliki kemajuan ekonomi.
Letak geografisnya yang strategis membuat islam yang diturunkan di Arab
(Mekkah) mudah tersebar berbagai wilayah, disamping didorong dengan cepatnya
laju perluasan wilayah yang dilakukan oleh umat Islam.
Meskipun
sulit digambarkan secara komprehensif,cirri-ciri utama tatan Arab pra-islam
adalah sebagai berikut: (a) Mereka menganut paham kesukuan (qabilah); (b) Memiliki tata social politik
yang tertutup dengan dengan partisipasi warga yang terbatas, factor keturunan
lebih penting dari pada kemampuan; (c) mengenal hierarki social yang kuat: dan
(d) keduduan perempuan cenderung direndahkan. (Nurcholish Madjid,1995:28)
Disamping
cirri-ciri tersebut, Mekah pada pra-islam sudah terdapat jabatan-jabatan
penting, seperti dipegang oleh Qushayy bin Qilab pada pertengahan abad V M.
Dalam rangka memelihara Ka’bah, dibentuklah jabatan-jabatan sebagai berikut:
hijab (penjaga pintu ka’bah atau juru kunci); siqaya (petugas yang diharuskan
menyediaan air tawar untuk para tamu yang berkunjung ke ka’bah serta
menyediakan minuman keras yang dibuat dari kurma); rifadla (petugas yang
diharuskan member makan kepada para pengunjung ka;bah); nadwa (petugas yang
harus memipin rapat pada setiap tahun); liwa’ (pemegang panji yang
dipancangkan ditombak kemudian
ditancapkan sebaga lambing tentara yang sedang menghadapi musuh); dan qiyaa (pemimpin pasukan apabila hendak
berperang). (Muhammad Husein Haikal,1984:35)
Dari segi aqidah
(‘aqa’id),bangsa arab pra-islam prcaya kepada allah sebagai pencipta (Q.S.
Luqman [31]: 25; dan al Ankabut [29]: 63). Sumber kepercayaan tersebut adalah
risalah samawiah yang dikembangkan dan disebaran dijazirah arab,terutama
risalah Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il.
Kemudian
bangsa Arab pra-islam melakukan trnsformasi dari sudut islam yang dibawa
Muhammad disbut penyimangan agama mereka sehingga menjadikan
berhala,pohon-pohon,binatang,dan jin sebagai penyerta Alla (Q.S. Al- An’am
[6]:100). Demi kepentinan ibadah, bangsa arab pra-islam membuat 360 buah
berhala disekitar Ka’bah karena setiap kabilah memiliki berhala (Muathafa Sa’id
al-Khinn,1984: 15-6). Mereka pada umumnya tidak percaya pada hari kiamat dan tidak pula percaya adanya kebangkitan
setelah kematian ,(Q.S Al-Mu’min [23]:37)
Meskipun
pada umumnya melakukan penyimpangan,sebagian kecil bangsa arab masih
mempertahankan aqidah monotheism, seperti diajarkan Nabi Ibrahim a.s. mereka
disebut al-hunafa. 1) Diantara mereka adalah ‘Umar bin Nufail dan
Zuhair bin Abi Salma. (Mustafa Sa’id al-Khinn,1984:17)
Dalam
bidang hokum, bangsa arab pra-islam menjadikan adat sebagai hokum dengan
berbagai bentuknya. Dalam perkawinan, mereka mengenal beberapa macam pekawinan,
di antaranya (a) aistibdla, (b) poliandri, (c0 maqhtu’ , (d) badal, dan (e)
shighar. (Mustafa said al-khinn,1984: 18-9)
Dilihat
dari sumber yang digumakan, hokum arab pra-islam bersumber pada adat istiadat.
Dalam bidang muamalat, diantara kebiasaan mereka adalah dibolehkannya transaksi
mubadalah (barter), jual beli, kerja sama pertanian (muzara’ah), an riba.
Disamping itu, dikalangan mereka juga terdapat
jual beli yang bersifat spekulatif, seperti bai’ al munabadzah.
Diantara
ketentuan hokum keuarga arab pra-islam adalah diperbolehkannya berpoligami dengan perempuan dengan jumlah tanpa batas;
seta anak kecil dan perempuan tidak dapat
menerima harta pusaka atau harta peninggalan. (Subhi
Mahmashshani,1961:31)
Nurcholish
Madjid meyatakan bahwa tatanan masyarakat arab pra-islam cendererung
merendahkan martabat wanita,dan itu dapat dilihat dari dua kasus. Pertama,
perempuan dapat diwariskan. Misalnya, ibu tiri harus rela dijadikan istri oleh
anak tirinya ketika suaminya meninggal; ibu tiri tidak mempunyai hak pilih,
baik untuk menerima maupun menolknya. Kedua,perempuan tidak memperoleh harta
pusaka.
Al-Qur’an
adalah kitab sui yang diwahyukan Allah
kepada Nabi Muhamad Saw, yang “akomodatif”’ terhadap hukum yang hidup
dan berkembang dimasyarakat Arab pra-islam. Dalam Al-Qur’anterdapat tawaran
perbaikan yang berupa pembatalan dan perubahan, dintaranya dalam hal hokum
poligini dan syarat-syarat penerimaan harta pusaka.
1.
HUKUM POLIGINI
Seperti
telah disebutkan pada bagian sebelumnya, dalam kehidupan masyarakat arab
pra-islam terdapat perkawinan istibdla,poliandri,maqthu’ , dan badal (Mustafa
Said al-Khinn, 1984: 18-9). Oleh karena itu, dilihat dari fase sejarah,
perkawinan bangsa arab pra-islam berada pada fase perkawinan “barbar”.
Tawaran
perubahan yang terdapat dalam Al Quran adalah dibatasinya jumlah istri pada
pernikahan poligini, yaitu empat orang; dan dan diharamkannya poliandri. (Q.S.
al-Nisa [4]:3)
2.
SYARAT-SYARAT
PENERIMAAN HARTA PUSAKA
Pembagian
harta pusaka telah dilakukan bangsa arab pra-islam. Dalam tradisi yang
diwariskan oleh nnek moyang mereka
terdapat ketentuan utama bahwa anak-anak yang belum dewasa dan perempun
tidak berhak mendapatkan harta pusaka (Fatchur Rahman, 1987: 11). Sebab-sebab
dan syarat-syarat mempusakai pada zaman arab jahiliyah adalah (1) pertalin
kerabat (qarabah); (2) janji setia (muhalafah); dan (3) adopsi (tabanni)
Pada
dasarnya, setiap yang mempunyai hubungan kerabat, orang yang mempunyai ikatan
janji setia, dan anak angkat adalah ahli waris. Mereka berhak mendapatkan harta
pusaka apabila telah memenuhi syarat. Syarat-syaratnya adalah dewasa dan
laki-laki (Fatchur Rahman,1987 : 12-3). Dengan demikian, ahli waris dari
golongan kerabat terdiri atas laki-laki, yaitu (1) anak laki-laki; (2) saudara
laki-laki; (3) paman; dan (4) anak paman. (Fatchur Rahman, 1987:13)
Pada
zaman awal islam (setelah Nabi Muhammad Saw dan sahabat hijrah ke Madinah),
selain pertalian nasab atau erabat, terdapat tiga sebab mendapatkan harta
pusaka,yaitu (1) adopsi; (2) hijrah; dan (3) mu’akhakh (persaudaraan antara
muhajirin dan anshar). (Fatchur Rahman,1987: 16-7)
Diantara akomodasi
Al-Qur’an terhadap kebisaan arab pra-islam adalah dijadikannya perempuan
sebagai anggota keluarga yang mendapatkan harta pusaka dalam berbagai posisi
keluarga, baik sebagai anak, istri, ibu maupun saudara. Disampig itu salig
mewarisi yang disebabkan oleh adopsi dibatalkan oleh allah dalam al-quran (Q.S. Al- Ahzab [33]: 4-5). Demikianlah
persentuhan antara islam dan adat arab pra-islam. Al- Qur’an mengakomodasi kebudayaan arab yang
hdup dan berkembang ketika itu dengan melakukan beberapa tawaran perubahan.
2.3.
ISLAM ANTARA GEJALA SOSIAL DAN BUDAYA
A.
Agama Sebagai Gejala Budaya
Pada awalnya ilmu hanya ada dua, yaitu
: ilmu kealaman dan ilmu budaya. Ilmukealaman, seperti fisika, kimia,
biologi dan lain-lain mempunyai tujuan utamamencari hukum-hukum
alam, mencari keteraturan-keteraturan yang terjadi padaalam. Oleh karena
itu suatu penemuan yang dihasilkan pada suatu waktu mengenaisuatu gejala atau
sifat alam dapat dites kembali oleh peneliti lain, pada waktu lain,dengan
memperhatikan gejala eksak. Contoh, kalau sekarang air mengalir dari
ataskebawah, besok apabila dites lagi juga hasilnya begitu. Itulah inti
dari penelitiandalam ilmu-ilmu eksak, yakni mencari keterulangan dari
gejala-gejala yangkemudian diangkat menjadi teori dan menjadi hukum.
Sebaliknya ilmu budayamempunyai sifat tidak berulang tetapiunik [M.Atho
Mudzhar, 1998:12]. Sebagai contoh, budaya stau kelompok masyarakat
unik buat keleompok masyarakat tersebut, sebuah situs sejarah unik untuk
situs tersebut dan sebagainya dan disini tidak ada keterulangan.
Menurut M.Atho Mudzhar [1998:12-13], di
antara penelitian kelaman dan budaya,terdapat penelitian-penelitian
ilmu-ilmu sosial. Sebab penelitian ilmu sosial beradadi antara ilmu budaya dan
ilmu kelaman, yang mencoba untuk memahami gejala-gejala yang tidak
berulang tetapi dengan cara memahami keterulangannya. Karenaitu,
penelitian ilmu sosial mengalami problem dari segi objektivitasnya.
Apakah penelitian sosial
itu objektif dan dapat dites kembali keterulangannya?
Untuk menjawab pertanyaan ini, ada dua aliran yang dapat digunakan, yaitu
: Pertama ,aliran yang menyatakan bahwa penelitian sosial lebih dekat pada
penelitian budaya, ini berarti sifatnya unik. Misalnya saja, penelitian
antropologi sosial, lebihdekat pada ilmu budaya. Kedua, aliran yang menyatakan
bahwa ilmu sosial lebihdekat kepada ilmu kealaman, karena fenomena sosial
dapat berulang terjadinya dandapat dites kembali. Untuk mendukung pendapat
mengenai keteraturan itu, makadalam ilmu sosial digunakan ilmu-ilmu statistik
yang juga digunakan dalam ilmu-ilmu kelaman.
Perkembangan selanjutnya, sekrang ini
ada ilmu statistik khususuntuk ilmu-ilmu sosial yang digunakan untuk mengukur
gejala-gejala sosial secaralebih cermat dan lebih signifikant.
Dapat dikatakan bahwa inti ilmu kealamanadalah” positiv is me ” . Suatu
penemuan, baru dikatakan atau dianggap sebagaiilmu apabila memenuhi syarat,
yaitu : [1] dapat diamati [observable], [2] dapatdiukur [measurable], dan [3]
dapat dibuktikan [verifiable]. Ilmubudaya hanyadapat diamati
dan kadang-kadang tidak dapat diukur apalagi diverifikasi.Sedangkan ilmu
sosial lebih dekat kepada ilmualam mengatakan bahwa ilmusosial dapat diamati,
diukur dan diverifikasi. Oleh karena itu, para ilmuan sosiologidari Universitas
Chicago mengembangkan sosiologi kuantitatif perbedaan pendapat di
kalangan ulama mengenai jumlah ayat yang dimansukh.
Menurut beberapa pendapat, bahwa pada
awalnya jumlah ayat yang dimansukhadalah 115 ayat, kemudian turun menjadi
60 ayat, sekarang turun lagi menjadi 16ayat. Itu merupakan persoalan
yang penting untuk dikaji dan diteliti [M.AthoMudzhar, 1998:19- 20].
Kajian ini lebih pada penelitian teks dan sejarah.Ilmu tafsir, dengan metode
yang digunakan dalam menafsirkan al-Qur’an, yaitu :metode ijmali[ global]
, metode tahlili[analisis ] , metode muqarin[komporatif], dan metode
maudhu’i [tematik], telah digunakan mufasirin.
B.
AGAMA SEBAGAI GEJALA SOSIAL
Mengenai agama sebagai gejala sosial,
pada dasarnya bertumpu pada sosiologi agama. Pada zaman dahulu, sosiologi agama
mempelajari hubungan timbal-balik antar agama dan masyarakat. Artinya,
mesyarakat mempengaruhi agama dan agama mempengaruhi masyarakat. Para ahli
sosiologi agama, mulai mempelajari bukan hanya pada soal hubungan timbal-balik
saja, melainkan lebih kepada pengaruh agama terhadap perilaku atau tingkah laku
masyarakat, artinya bagaimana agama sebagai sistem nilai dapat mempengaruhi
tingkah laku masayarakat dan bagaimana pengaruh masyarakat terhadap
pemikiuran-pemikiran keagamaan.
Lahirnya teologi Khawarij, Syiah dan
Ahli Sunnah wal Jamaah sebagai produk atau hasil pertikaian politik dan bukan
poroduk teologi. Tauhidnya sama, satu dan asli, tetapi anggapan bahwa Ali
sebagai imam adalah produk perbedaan pandangan politik. Maka dapat dikatakan,
bahwa pergeseran perkembangan pemikiran masyarakat dapat mempengaruhi pemikiran
teologi atau keagamaan
Saat ini, mungkin kita dapat meneliti
bagaimana perkembangan pemikiran keagamaan masyarakat Indonesia terhadap krisis
sosial yang meluas yang dapat disaksikan dalam berbagai bentuk, misalnya :
budaya korupsi dan nepotisme sebagai budaya, lenyapnya kesabaran sosial
[social temper] dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga
mudah mengamuk dan melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anark,merosotnya
penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial;
semakin meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya.
Berlanjutnya konflik dan kekerasan yang
bersumber atau sedikitnya bernuansa politis, etnis dan agama seperti terjadi di
berbagai wilayah Aceh, Kalimantan Barat dan Tengah, Maluku Sulawesi Tengah, dan
lain-lain.
Contoh lain, dan ini sekaligus menjadi
tantangan bagi para pemeluk agama adalah munculnya program tayangan stasiun
televisi yang mengusung unsur-usnsur mistik yang dikemas sebagai suatu tontonan
yang menarik, penggunaan ayat-ayat Qur’an untuk mengusir setan yang ditayangkan
melalui program siaran televisi, pameran busana mewah dengan memperlihatkan
bagian tubuh [aurat] yang seharusnya ditutup rapat dan tidak ditontonkan,
munculnya kiai yang salat dengan menggunakan bahasa Indonesia, kiai yang
menganggap sah menggauli para santrinya, para intelektual Islam para era
reformasi, globalisasi dan internet mulai berbicara ”tauhid sosial” dan
”kesalehan sosial”, bagaimana bentuk dan karakteristik tauhid sosial dan
kesalehan sosial, mucul ”tokoh muslimah Amerika” yang memimpin salat jum’at,
itu semua dapat menjadi fenomena atau gejala sosial keagamaan dan menjadi
sasaran penenlitian agama.
Persoalan lain adalah interaksi antar
pemeluk suatu agama dan antar pemeluk suatu agama dengan pemeluk agama lainnya,
kurukunan antar umat beragama, ”interaksi antara orang-orang Islam ada yang
menggunakan norma-norma Islam, tetapi ada juga yang tidak menggunakannya. Maka,
pengamatan terhadap apakah mereka menggunakan norma-norma Islam atau tidak,
termasuk penelitian ke-Islaman. Demikian juga pengamatan terhadap para pemeluk
Islam dalam interaksinya dengan pemeluk agama lain. Bagaimana karakteristik
interaksi itu, bagaimana mereka memahami dan mengeskpresikan nilai-nilai Islam
dalam interaksi antara pemeluk agama-agama yang berbeda, itu semua dapat
menjadi sasaran penelitian agama”. [M.Atho Mudzhar, 1998:18].
Perubahan-perubahan dramatis yang
menempa hubungan antara “Barat” dan dunia Islam sebagai akibat dari peristiwa
terorisme internasional, perang Iraq-Amerika, tuduhan Barat terhadap
tokoh-tokoh muslim radikal sebagai pemimpin terorisme, secara alami juga
membawa dampak pada pengajaran dan riset yang terkait dengan studi Islam.
Dari pandangan tentang agama sebagai
gejala budaya dan sebagai gejala sosial, elemen-elemen yang harus diketahui
dalam Islam adalah persoalan teologi, komsmologi, danantropologi yang tentu
menyangkut dengan persoalan sosial kemanusian dan budaya. Agama Islam merupakan
suatu agama yang membentuk suatu masyarakat dan berperadaban. Maka pendekatan
yang digunakan dalam memahami Islam, menurut Mukti Ali adalah metode filosofis,
karena mengkaji hubungan manusia dan Tuhan yang dibahas dalam filsafat. Dalam
arti pemikiran “metafisik” yang umum dan bebas. Selain itu metode-metode ilmu
manusia juga perlu digunakan, karena dalam agama Islam masalah kehidupan
manusia di bumi ini dibahas. Metode lain, yaitu metode sejarah dan sosiologi
yang Islam juga merupakan agama yang membentuk suatu masyarakat dan peradaban
serta mengatur hubungan manusia dengan manusia
2.4..
PENDEKATAN POKOK DALAM STUDI BUDAYA
Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan
seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan
berkembangnya Islam diIndonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi
adanya perbedaanantara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya Islam di Indonesia diolah sedemikian rupa
oleh para juru dakwah dengan melalui berbagai macam cara, baik melalui bahasa
maupun budaya seperti halnya dilakukan oleh para wali Allah di Pulau Jawa.
Para wali Allah tersebut dengan segala
kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah
setempat, sehingga masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai
Islam yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat istiadat di
dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia, misalnya: setiap diadakan
upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al-Qur’an), yang sudah
secara langsung masuk ke dalam bahasa daerah dan Indonesia, hal tersebut tidak
disadari bahwa sebenarnya yang dilaksanakan adalah ajaran-ajaran islam.
Ajaran-ajaran Islam yang bersifat
komprehensif dan menyeluruh juga dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari
raya Idul Fitri 1 Syawal yang pada awalnya sebenarnya dirayakan secara bersama
dan serentak oleh seluruh umat Islam dimanapun mereka berada, namun yang
kemudian berkembang di Indonesia bahwa segenap lapisan masyarakat tanpa pandang
bulu dengan tidak memandang agama dan keyakinannya secara bersama-sama
mengadakan syawalan (halal bil halal) selama satu bulan penuh dalam bulan
syawal, hal inilah yang pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam,
yaitumewujudkan ikatan tali persaudaraan di antara sesama handai tolan dengan
cara saling bersilaturahmi satu sama lain, sehingga dapat terjalin suasana
akrab di dalam keluarga.
Berkaitan
dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain, juga dapat
dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri dan corak
bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang, baik terdiri
dari masjid-masjid tua maupun yang baru dibangun, misal: masjid-masjid yang
dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pada umumnya hampir mirip
dengan bentuk joglo yang berseni budaya Jawa. Perkembangan budaya Islam yang
terdapat pada masjid, secara nyata dapat
ditunjukkan yaitu adanya masjid-masjid tua yang kemudian diperbaiki
dengan ditambah konstruksi baru atau mengganti tiang-tiang kayu dengan tiang
batu atau beton, lantai batu dengan ubin dan dinding sekat dengan tembok.[3]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebudayaan diartikan secara sederhana
sebagai hasil budaya manusia, hasil cipta, rasa dan karsa dengan menggunakan
simbol-simbol serta artifak. Sejalan dengan pengertian ini, kebudayaan meliputi
cara hidup seluruh masyarakat yang mencangkup cara bersikap, menggunakan
pakaian, bertutur bahasa, ibadah, norma-norma tingkah laku, serta sistem
kepercayaan.
Islam yang dihubungkan dengan kebudayaan
berarti cara hidup atau way of life yang juga sangat luas cakupannya. Tentu
disini Islam juga dilihat sebagai realitas sosial. Yakni Islam yang telah
menyejarah meruang dan mewaktu, Islam yang dipandang sebagai fenomena
sosial:bisa dilihat dan dicermati.
Para wali Allah tersebut dengan segala
kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah
setempat, sehingga masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai
Islam yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat istiadat di
dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia, misalnya: setiap diadakan
upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al-Qur’an), yang sudah
secara langsung masuk ke dalam bahasa daerah dan Indonesia, hal tersebut tidak
disadari bahwa sebenarnya yang dilaksanakan adalah ajaran-ajaran islam.
B.
SARAN
Dengan selesainya penulisan makalah ini,
kami berharap semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
makalah ini, untuk itu saran yang membangun sangat kami harapkan untuk
perbaikan dan pengembangan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
2. Hakim,Atang
Abd
dkk,bandung,PT Remaja Rosdakarya,2003,Metodologi studi islam